PARIMO,Rajawalipost.com – Ratusan honorer kategoteri satu (K1) di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) pada rabu (26/07/2017), kembali menuntut agar dapat diakomodir untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Hal tersebut diungkapkan salah seorang honorer K1 yang tidak mau disebutkan namanya, saat berorasi dihalaman kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Parimo.
Aksi tersebut merupakan bentuk kekesalan mereka terhadap pihak Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD yang hingga saat ini tidak dapat lagi mengakomodir mereka untuk menjadi CPNS, pada hal mereka juga sudah cukup terbilang lama mengabdikan diri mereka pada instansi-instansi yang ada.
Saat ini menurut data mereka dari seribu lebih yang terdata sebagai K1 pada beberapa tahun lalu baru sekitar empat ratus orang lebih yang teranggkat menjadi PNS, sementara sisanya kurang lebih 583 orang hingga sekarang belum ada kejelasannya pada hal mereka juga sudah bertahun-tahun bekerja sebagai tenaga honorer.
“kami yang melakukan aksi saat ini ada masa pengabdiannya sudah mencapai 10 tahun, ini artinya bahwa, kami juga harus bisa menjadi CPNS kenapa kami hanya didiamkan tidak ada lagi kabarnya soal nasib kami,” ungkap mereka.
Mereka berharap agar seyokyanya pihak birokrasi dan eksekutif dapat membicarakan kembali K1 yang tersisa kurang lebih 583 orang tersebut bagaimana nasib mereka kedepannya. Karena mereka ini adalah merupakan anak-anak daerah penerus tongkat estafet kepemimpinan.
“kami ini juga putra putri daerah yang sebentar lagi mungkin dapat melanjutkan kepemimpinan saat ini, sehingga kami yang tersisa saat ini dapat diakomodir selayaknya teman-teman lain yang sudah menjadi PNS,” harap mereka.
Mereka mengatakan bahwa, aksi yang mereka lakukan saat ini merupakan harga mati yang tidak bisa lagi ditawar, artinya bahwa mereka harus bisa juga menjadi PNS sebagaimana teman-teman meraka yang sudah jadi PNS saat ini. Karena menurut mereka kami dengan teman-teman yang lain itu satu Surat Keputusan (SK). Tidak ada dalam SK tersebut yang menyatakan bahwa, hanya perindividu saja namun kami kolektif dalam SK tersebut.
“aksi kami saat ini merupakan harga mati bagi kami dan kalau kemudian tuntukan kami ini tidak dapat diakomodir oleh bupati, maka kami akan mencoba menempuh jalur hukum sesusai dengan perundangan-undangan yang ada,” tutup mereka. (Main)