PALU,Rajawalipost.Com – Dalam rangka Hari Bhakti Adhyaksa ke 58,Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) bekerja sama dengan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Iindonesia (LPP RRI) Palu dan Kerukunan Keluarga Jawa Sulawesi Tengah (KKJST), menggelar kesenian Wayang Kulit pimpinan Gandang Musgini dengan dalang Mustiko Bayu Wibowo, S.Sn., dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, dalam lakon “Bima mencari jati diri Dewa Ruci” digelar semalaman pukul 21.00 hingga pukul 04.00 dini hari di halaman kantor Kejati Sulteng,sabtu 4/8/2018.
Dalam sinopsisnya, kegelisahan menghantui Durna. Keberadaannya, diantara Kurawa dan Pandawa,membawanya kedalam sebuah keadaan yang memaksanya untuk memilih antara kewajibanya sebagai guru dengan sebuah pengabdian kepada penguasa yang memberikan kemakmuran kepadanya.
Janjinya kepada Bima untuk mengajarkan ilmu sangkan Paraning dumadi membuat kecemburuan sengkuni. Dengan segala upaya, sengkuni berusaha menggagalkan keinginan Bima. Durna yang mendapat tekanan dari Sengkuni terpaksa mencari jalan untuk menjerumuskan Bima.
Ia meminta Bima mencarikan kayu gung susuhing angin dihutan, serta mencari air suci didalam samudra. Niat, tekad, dan ketulusan Bima membuatnya berhasil bertemu dengan jati dirinya, yaitu Dewa Ruci yang mengajarkan ilmu kehidupan.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Sulawesi Tengah, Sampe Tuah. SH mengatakan dalam pagelàran wayang kulit ini banyak pesan-pesan moral yang dapat dipetik.
Sampe Tuah mengatakan, Wayang kulit merupakan salahsatu kesenian tradisional asli Indonesia, hingga keseluruh dunia. Asal usul wayang dianggap telah hadir sejak 1500 tahun Sebelum Masehi, wayang hadir dari para cendekia, nenek moyang suku Jawa dimasa silam.
“Kesenian tradisional wayang kulit ini telah dianugerahi UNESCO sebagai salahsatu warisan budaya, sejarah yang harus dijaga kelestarianya,” katanya.
Bahkan kata dia, kabarnya lebih dari itu wayang kulit ini sempat meraih sebagai predikat warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur Indonesia.
“Dengan predikat ini , kita sebagai warga Indonesia harus bangga dengan kesenian wayang kulit tradisional ini,” ujarnya.
Dia mengatakan,karakter tokoh wayang dibagi dalam beberapa golongan yakni golongan dewa, rohaniawan, raja, ksatria, putri, rakyat dan raksasa.
“Dahulu di Jawa Sunan Kalijaga dalam menjalankan dakwah dan pesan moral melalui pagelaran wayang,” katanya.
Begitupun pagelaran kali ini kata Sampe Tuah , akan menyampaikan pesan moral untuk kenali hukum dan jauhkan hukuman, berita bohong, narkoba, radikalisme, terorisme yang merupakan musuh kita bersama.
Untuk itu Sampe Tuah mengajak mari bersama-sama kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan kita, dengan sungguh-sungguh berkarya dan berbakti sepenuh hati untuk Negeri.
Plt. Asisten Pembinaan Kejati Sulteng Syaifullah,SH. MH. ketua pagelaran Wayang Kulit,ditemui disela-sela acara berlangsung mengatakan bahwa,kesenian wayang kulit ini merupakan budaya leluhur untuk selalu dilestarikan.
“Dengan masuknya budaya-budaya asing,Jangan sampai budaya leluhur kita tinggalkan,” pesannya singkat.
Pagelaran ini dihadiri Kapolda Sulteng Brigjen. Pol. Ermi Widiatno, beserta Forkopimda lainnya. Pada kesempaan itu pula, Kajati Sulteng Sampe Tuah bertukar cinderamata dengan Dalang Mustiko Bayu Wibowo. (RI.1)