PALU,Rajawalipost.Com – ” Perang” dingin terkait polemik status lahan dan keberadaan Hak Guna Bangunan ( HGB) milik PT Sinar Putra Murni ( SPM) di Kelurahan Tondo Watutela Kecamatan Mantikulore, Palu Timur terus berlanjut.
Setelah sebelumnya pengacara ahli waris Sunarto, Yules Kelo, SH menyerang PT SPM dengan berbagai tudingan miring yang tidak mendasar, kini serangan balik dilontarkan Koordinator Umum PT SPM H. Sahlan Lamporo dan Kuasa Hukumnya Salmin Hedar, SH.
Dihadapan sejumlah wartawan, Selasa (13/8/2019), Salmin Hedar yang juga pengacara kondang ini menyarankan sebaiknya, Yules Kelo selaku pengacara ahli waris almarhum Sunarto perlu lagi belajar hukum, jangan menggunakan hayalan lalu berimajinasi yang tidak sesuai dengan fakta hukum.
” Kami melihat Yules Kelo tidak memahami Undang-undang Agraria serta aturan proses peruntukan dan perpanjangan HGB, sehingga dalam menganalisa hukum tentang HGB sangat dangkal dan terkesan melakukan pembodohan hukum terhadap masyarakat,”ujar Salmin Hedar.
Persoalannya kata Salmin Hedar, status HGB PT SPM dituding tumpang tindih dengan yang di kuasai masyarakat. Sementara yang sebenarnya, HGB PT SPM ini dikeluarkan oleh BPN sejak tahun 1989. Lain halnya dengan surat keterangan penguasaan tanah (SKPT) atas nama almarhum Sunarto, di keluarkan Lurah Tondo pada tahun 2003, sehingga SKPT tersebut terbit diatas tanah yang telah bersertifikat.
” Sebaiknya Yules Kelo perlu lagi membaca pemberitaan tentang proses hukum tindak pidana penyalahgunaan wewenang atas terbitnya SKPT oleh Lurah Tondo diatas sertifikat tanah Untad agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan keterangan,” kata Salmin.
Apalagi sampai menyampaikan bahwa tanah yang dikuasai kliennya ( ahli waris alm Sunarot -red) sejak tahun 1974, sementara fakta yang sesungguhnya sejak tahun 1989 tanah tersebut sudah di kuasai PT SPM . Tidak hanya itu, warga Tondo pun tidak ada yang mengetahui jika lokasi HGB PT SPM milik almarhum Sunarto.
” Jadi keterangan Yules Kelo ini sangat tidak mendasar dan berkekutan hukum. Terkesan hanya ingin menyenangkan kliennya. Jika memang ahli waris merasa mempunyai bukti kepemilikikan atas tanah tersebut, silahkan saja menempuh jalur hukum Perdata maupun Tata Usaha Negara, bukan justeru mendiskreditkan PT SPM,” tandas Pengacara Pemprov Sulteng ini.
Sementara Koordinator Umum PT SPM H Sahlan Lamporo mengungkapkan bahwa tudingan jika pihaknya menggunakan KTP yang habis masa berlakunya, memang benar adanya, karena PT SPM dalam mengajukan perpanjangan HBG menggunakan e-KTP. Dan hal ini telah sesuai dengan surat edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 470/296/3j point 2 yang menegaskan bahwa e-KTP yang diterbitkan sejak tahun 2011 dan berlaku seumur hidup, tidak perlu di perpanjang meski telah habis masa berlakunya. Ini juga yang harusnya di pahaminya Tindakan Yules Kelo ini telah membentuk stigma negativ terhadap PT SPM ditengah masyarakat.
” Makanya kami akan melakukan langkah-langkah hukum terkait polemik ini,” katanya.
Sebagai bukti kongkrit, pihaknya telah melaporkan beberapa orang warga yang telah memasang plang, memagar dan mendirikan bangunan dilokasi HGB PT SPM dengan kasus tindak pidana dugaan penyerobotan lahan.
Memang tambah Sahlan, beberapa warga mengklaim jika lokasi milik PT SPM itu tanah negara yang bebas, namun setelah pihaknya meminta kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu, untuk melakukan pengembalian batas melalui pengukuran ulang yang di saksikan Lurah Tondo, perwakilan Trantib serta sebagian tokoh masyarakat Tondo ternyata memang lokasi tersebut masuk dalam lahan PT SPM. Bahkan warga yang sebelumnya mengklaim akhirnya mengakui keputusan tersebut.
” Jadi sebenarnya tidak ada lagi persoalan atas lahan HGB PT SPM ini, karena semua sudah jelas dan terang menderang. Termasuk soal PBB PT SPM Tahun 2012 yang katanya tidak dibayarkan. Sebenarnya sudah di bayar, hanya saja pihak Pemkot tidak menerima saat itu,” pungkasnya.
Seperti dalam pemberitaan beberapa media sebelumnya, Kuasa Hukum Ahli Waris Alm Sunarto, Yules Kelo, SH menuturkan bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) nomor 02209/Tondo PT Sinar Putra Murni (SPM) atas pemisahan dari sertifikat HGB nomor 122/Tondo serta surat keputusan perpanjangannya berbuntut panjang di Kantor Badan Angraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Palu, dinilai cacat administrasi dan tidak diproses. Namun oleh BPN Palu tetap memproses hingga terjadi tumpang tindih, yakni sertifikan HGB PT SPM yang berada di atas lahan warga yang bersertifikat SHM.
Selain itu, Yules Kelo juga menjelaskan bahwa pihak ATR/BPN Palu tidak dapat membuktikan adanya surat PBB tahun berjalan yang dimasukkan pihak PT SPM, surat kuasa yang diwaarkarking oleh pihak notaris dan KTP Pemohon yang diajukan sudah kadaluwarsa dan bukan E-KTP.
“Kalau memang pemohon menggunakan KTP kadaluwarsa dan bukan E-KTP tidak bisa diproses, kenapa Kelapa ATR/BPN Palu sebut bisa diproses. Antara petugas loket dan atasannya beda pendapat,” jelas Yules.
Anehnya terkait surat PBB, diketahui PT SPM tidak lagi aktif sejak 2012 lalu. Dengan tidak aktifnya perusahaan tersebut, otomatis tidak dapat membayar pajak. Akan tetapi, PT SPM menerima surat tanda penerima permohonan PBB yang diterbitkan Badan Pendapatan Daerah Kota Palu dengan NL-20170800551.
Penulis : Agus Manggona
Editor : Revol.M