Proyek dikerja tapi kontraknya sudah berakhir, ada apa ini?
DONGGALA,Rajawalipost.com – Wajar banyak orang berambisi menjadi anggota dewan. Karena menjadi wakil rakyat akan dimanjakan dengan sejumlah fasilitas. Selain gaji, sederet tunjangan yang angkanya mencapai jutaan tiap bulannya diterima, para anggota dewan juga mendapatkan jatah proyek yang dikemas dalam bentuk pokok pikiran (pokir).
Anggaran pokir tiap tahun cukup besar digelontorkan oleh pemerintah daerah, untuk anggota biasa mendapatkan jatah ratusan juta. Sementara yang merangkap pimpinan mendapatkan angka miliar. Dengan jumlah anggota dewan 30 orang, maka total dana pokir bisa mencapai puluhan miliar. Demikian diungkapkan pemerhati pembangunan Anwar Hakim.
Menurutnya, selama lima tahun para wakil rakyat itu mendapatkan anggaran pokir untuk di distribusikan di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga dalam bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Jatah pokir dikemas dalam bentuk program, anggarannya melekat pada instansi pemerintah daerah terkait. Jika anggota dewan mengusulkan program padat karya, maka anggarannya bisa melekat di Dinas PU. Begitu pula untuk program lainnya, semuanya di titip di Dinas tertentu sesuai kebutuhannya. Kata Anwar.
”Jadi pokir itu bukan berbentuk uang, tapi berbentuk program yang diusulkan oleh anggota dewan, anggota dewan hanya menunjukkan titik lokasi, bukan sebagai pekerja proyek, tapi sudah menunjuk orangnya sebagai pelaksana atau kontraktor tertentu yang sudah diarahkan untuk melaksanakan proyeknya,” terangnya.
Celakanya ungkap Anwar, ada yang ditunjuk sebagai pelaksana proyek dilapangan bukan seorang kontraktor handal yang punya kemampuan tehnis, peralatan dan faham dalam melaksanakan proyek. Tapi masyarakat awam yang hanya punya duit dan modal pinjam-pakai dokumen perusahaan milik kontraktor.
Akibatnya, pelaksanaan proyek dilapangan amburadul karena dikerjakan secara serampangan dan tidak sesuai Bestek serta sudah melewati masa kontrak. Seperti misalnya, pelaksanaan proyek pengerasan jalan kelompok tani Desa Minti Makmur, Kecamatan Rio Pakava yang dihelat oleh Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Donggala Tahun Anggaran 2019 ini. Ujar Anwar Hakim.
Anwar mengungkapkan, diduga proyek berbanderol Rp.99.330.000,- sumber dana DAU itu adalah pokir milik seorang politikus PDI-Perjuangan Dapil Rio Pakava. Dan sebagai pelaksana proyek dilapangan diserahkan kepada seorang masyarakat di Desa Minti Makmur bernama Putu Eka dengan meminjam perusahaan CV. Aktsam.
Anehnya lagi, pelaksanaan proyek pokir itu bila dilihat dari tanggal kontrak 23 Juli 2019 dengan waktu pelaksanaan 90 hari kalender, tentu dapat disimpulkan paket proyek milik Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Donggala sudah berakhir waktu pelaksanaanya. Tegas Anwar Hakim.
Ini dapat dikategorikan pelanggaran hukum lanjutnya, untuk itu meminta kepada pihak pengelola proyek dalam hal ini Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Donggala, baik Kadis dan PPTK untuk bertanggung jawab atas keterlambatan pelaksanaan proyek itu.
“Ini sudah tidak wajar ada proyek dikerja tapi kontraknya sudah berakhir, ada apa ini?. kita bukan bicara nilainya kecil, tapi mempertanyakan pengawasan kegiatan proyek dilapangan yang patut diduga tidak berjalan. Apalagi itu pokir anggota dewan yang dikemas menjadi kegiatan proyek dan kabarnya diduga ada kutipan alias pungutan fulus kepada pelaksana oleh oknum anggota dewan,” Pungkas.
(Revol)