PALU,Rajawalipost.com – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Tengah Rp 4, 533 Triliun, pemerintah Sulteng mengajukan tambahan anggaran belanja pada APBD- P sebesar Rp 270,3 miliar, dari sebelumnya Rp 4.263 triliun.
“Maka diperlukan peran serta seluruh elemen masyarakat untuk mengawasinya,” demikian disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulteng Drs H. M. Rum, SH.MH saat memberikan materi dalam seminar memperingati hari Anti korupsi Internasional tahun 2019,mengangkat tema,”kebijakan politik hukum pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi,”di aula Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako (Untad) Kamis (12/12).
Ia mengatakan, diperlukan partisipasi masyarakat seluas-luasnya, karena korupsi ini sudah mengganggu hak sosial dan ekonomi masyarakat. Dengan APBD yang besar ini tujuannya mensejahterakan masyarakat.
“Dalam kondisi bencana ini, berhati-hatilah dalam menggunakan anggaran,karena inilah yang diharapkan masyarakat,”kata Magister hukum Universitas Padjajaran ini.
Seperti di Sulteng kata dia, kebijakan politik dalam penegakan hukum, pihaknya seoptimal mungkin berusaha untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Dia mengatakan,potensi sumber daya alam (SDA) Sulteng luar biasa besar, bila tidak dikelola dengan adil dan bijaksana bisa berpotensi terjadi penyimpangan/korupsi.
Lebih lanjut dikatakanya,telah menyambangi seluruh kabupaten/kota di Sulteng, serta mengetahui satu per satu Kepala daerahnya, tapi saya berusaha tidak menggangu atau mencari kesalahan.
“Saya berusaha tidak mengganggu atau mencari kesalahan,tapi jangan sampai menyalahgunakan kewenangan,pasti akan bersinggungan dengan pihaknya (kejaksaan),”kata mantan Kapuspenkum Kejagung RI.
Sebab katanya,dirinya ingin melihat Sulteng maju,tapi kalau tidak,tiada ampun,saat ini sudah 20 jadi tersangka korupsi,7 diantaranya telah disidangkan. Ini artinya,tidak ingin mendzalimi orang,kalau hasil kerja baik dan memang pantas, saya akan angkat jempol.
” Seperti itulah pemberantasan tindak pidana korupsi,artinya saya profesional,bapak/ibu juga harus profesional,”ujar mantan Aspidsus Kejati Sumatera Utara ini.
Lebih lanjut dikatakannya, bila bapak/ibu tidak profesional, pasti akan bersinggungan dengan pihaknya (kejaksaan).
Dia mengajak,mengerjakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing sesuai relnya secara profesional.
Ia menjelaskan, korupsi dan administrasi itu beda,ada tanggung jawab pidana,ada tanggung jawab managerial.
“Intinya negara tidak rugi,” kata mantan Wakajati Papua ini.
Lanjutnya,Walaupuna administrsinya benar,kalau negara rugi,korupsi namanya. Walaupun administrasinya amburadul,kalau negara tidak rugi,bukan korupsi namanya.
“selama saya bertugas di Sulteng, silahkan bapak/ibu berekspresi,sebagai penegak hukum,kami mendorong untuk memajukan Sulteng,”kata Kajati yang tidak suka banyak omong di medsos tapi banyak Kerja itu.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Prof. Zainal Abidin, mengatakan,ada tiga unsur pokok atau tindakan dikategorikan korupsi,yakni unsur tassaruq,artinya perbuatan atau tindakan hukum interaksi manusia.
Kemudian kata dia,adanya penyalahgunaan amanat kekuasaan dan ada unsur kerugian ditanggung masyarakat/publik atau Negara.
Ia mengatakan,dalam pandangan agama Islam, korupsi dikategorikan pencuri (syariq).
“artinya kalau pencurian haram,maka korupsi itu lebih haram dari pencurian,” katanya.
Sebab kata dia,keharaman korupsi lebih tinggi dari pencurian. Kalau mencuri harta seseorang, kalau korupsi harta orang banyak.
“Seharusnya orang menjadi sejahtera,sebab perbuatanya tidak sejahtera,” katanya.
Ia mengatakan,penyebab prilaku koruptif ada dua kategori,penyebab internal dalam diri yakni sifat tamak dan tidak puas,rendahnya pemahaman agama,tidak menghayati ajaran agamanya.
Dia menambahkan,penyebab eksternal orang beragama berbeda dengan orang beriman.
“Orang beragama selalu merasa paling suci dan merasa paling benar. Orang beriman selalu melihat semua orang setara/sama,” katanya. [REVOL]