PALU,Rajawalipost – Polemik pengadaan website desa dan peralatan Teknologi Tepat Guna (TTG) sejumlah Desa di Kabupaten Donggala Sulteng dilaporkan pihak KAK-TIK (Komite Anti Korupsi dan Tindak Kekerasan) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng beberapa waktu lalu, ditanggapi pihak rekanan CV Mardiana Mandiri Pratama (MMP) dan CV Honey Colection (HC).
Direktur kedua perusahaan itu melakukan konferensi pers, di salah satu rumah makan di Kota Palu, Kamis kemarin (11/3).
Kepada sejumlah wartawan Mardiana mengaku dirinya telah diperiksa oleh jaksa Kejati Sulteng, bahkan data internal soal pengadaan website Desa dan peralatan TTG ditanganinya yakni CV MMP dan CV HC, diakuinya telah diserahkan ke jaksa.
“Data soal berapa jumlah desa yang bekerjasama untuk website Desa, dan peralatan TTG, di Donggala, semuanya sudah saya serahkan ke penyidik Kejaksaan Tinggi Sulteng, bahkan mereka (jaksa) sudah mengunjungi dua tempat penyimpanan barang ini, yakni ada di gudang, dan sebagian di rumah saya di Kawatuna,” terang Mardiana kepada wartawan terhimpun di Persatuan Jurnalis (Pena) Sulteng dan Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Sulteng.
Dia mengatakan, dari 89 Desa telah menandatangani MoU kerjasama pengadaan website desa dan peralatan TTG, baru 33 desa terbayarkan, sedang sisanya belum membayar.
“Data aslinya sudah lupa, soalnya data asli itu sudah ditangan jaksa di Kejati Sulteng, karena semua data tentang pengadaan website desa dan peralatan TTG, semuanya sudah kami berikan ke Jaksa” ungkap Mardiana.
Disinggung soal website desa diduga tidak berfungsi, Mardiana mengaku bahwa website desa saat ini dipastikannya sudah berfungsi dengan baik.
Kata dia, sebelum pelatihan memang diakuinya alat website desa belum berfungsi, setelah pelatihan diakuinya website desa itu sudah bisa digunakan.
“Silahkan cek di lapangan, sudah berfungsi kok website desanya, tapi yang sudah bayar yah, ada 33 desa yang sudah diberikan Id-nya untuk diaktifkan online,” jelasnya.
Dia menjelaskan, alasan lain website desa belum berfungsi itu karena pihaknya belum mensosialisasikanya, tapi soal teknis, Mardiana selaku Direktur cuma sekadar pemegang dana, dan mengurus administrasi pengadaan ini.
“jangan tanya saya soal teknis, karena saya ini direktur, bukan tugas saya, soal teknis itu silahkan berhubungan ke anggota saya di lapangan,” terangnya.
“Soal tenaga teknis, saya pakai itu tenaga dari Jakarta tapi tinggal di Palu, ada yang pintar disini kok,” terangnya lagi.
Mardiana menjelaskan, soal dugaan ada fee untuk kepala desa itu juga tidak benar, karena pada saat pencairan yang dipotong cuma pajak saja dan tidak ada pemotongan yang lain.
“Isu ada jatah 5 juta untuk kepala desa juga tidak benar, itu cuma cerita saja, karena bahasa itu tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Lanjut dia, masih sekitar Rp 6 Miliar uangnya belum terbayarkan, maka melalui pertemuan ini, Mardiana meminta sejumlah media membantu dirinya untuk mendorong Pemerintah Desa agar memenuhi isi perjanjian kerja sama tersebut.
“Tolong saya dibantu ya, uang saya sekitar Rp 6 Miliar ini belum dibayar, padahal barang sudah ada di Palu, dan siap didistribusikan ke Desa,” pintanya.
Bahkan, kata dia lagi, website desa ini sebenernya bisa diaktifkan semua, cuma belum dibagikan ID nya karena belum dibayar.
“Saya yang rugi dong, peralatan ini sudah ada, di gudang, dan di rumah saya,” jelasnya.
Menurutnya, persoalan saat ini adalah pihak kepala desa tidak mau membayarkan uang website desa itu, karena ketakutan oleh kejaksaan. Sebab, jangan sampai Kepala Desa ikut diperiksa di Kejaksaan.
“Mereka semua (kepala desa) merasa ketakutan diperiksa kejaksaan, makanya saya meminta bantuan media untuk menyadurkan berita yang baik-baik,jangan cuma buruknya saja,agar Pemdes segera membayarkan utang mereka soal website desa dan peralatan TTG itu,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulteng, Jacob Hendrik P, melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum), Inti Astutik SH, kepada sejumlah wartawan membenarkan bahwa pihak Kejati telah memintai klarifikasi kepada rekanan Mardiana selaku pelaksana.
Namun, kata dia, pihak Kejati Sulteng tidak pernah menghubungi lewat telepon, tapi klarifikikasi itu berdasarkan keinginan terlapor sendiri, mendatangi kantor Kejati Sulteng, di Jalan Samratulangi Palu.
“Mungkin saja pihak Inspektorat Donggala, yang menghubungi, sehingga terlapor (Mardiana) koperatif datang ke kantor, terkait pemeriksaan alat website di gudang, itu tidak benar diperiksa jaksa Kejati Sulteng,”Pungkasnya. (R)