TOLITOLI,Rajawalipost – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tengah (Sulteng) Jacob Hendrik Pattipeilohy, SH., MH., bersama Gubernur Sulteng H. Rusdy Mastura melaunching secara Virtual Rumah Restorative Justice (RJ) di 10 Kejari dan 14 Cabjari se Sulteng. Rabu, (30/3/2022).
Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai implementasi Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020.
Kajari Tolitoli Albertinus P Napitupulu, S.H.,M.H mengatakan Rumah Restorative justice ini merupakan rumah penyelesaian perkara tanpa harus sampai ke tahap penuntutan dan persoalan pidana yang terjadi di masyarakat bisa di selesaikan dengan adat istiadat dan berbiaya ringan.
Hari ini Kabupaten Tolitoli telah memiliki Rumah Restorative Justice berada di Desa Ginunggung Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli.
“Rumah Restorative Justice (RJ) sebagai tempat Penyelesaian perkara yang dilakukan di luar jalur hukum dengan mengedepankan mediasi antar korban dan pelaku, sesuai dengan Hukum dan adat istiadat yang berkembang ditengah tengah masyarakat.” Ungkap Albertinus P Napitupulu.
Kajari menambahkan, tingkat kerawanan kriminal yang ada di kabupaten Tolitoli cukup tinggi akhir akhir ini, Pihaknya berharap dengan adanya Rumah Restorative Justice bisa memberikan jalan terbaik dalam penyelesaian masalah hukum bagi masyarakat Tolitoli.
“Saat ini di butuhkan ketentraman dan kedamaian, sehingga permasalahan hukum yang masuk dalam kategori biasa, bisa dapat langsung diselesaikan dengan RJ dan itu semua akan kita Koordinasi dengan Polres dan Polsek, karena Sekarang sudah berubah polanya. Ini kearifan lokal yang akan kita gunakan,” imbuhnya
Albertinus P Napitupulu juga menjelaskan bahwa tidak semua kasus hukum bisa ditempuh melalui restorative justice, karena nantinya dibutuhkan kesepakatan antara korban dan pelaku. Selain itu ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk bisa dilakukan restorative justice kepada pelaku.
“Syaratnya antara lain terdakwa baru satu kali melakukan pidana, kalau sudah berulang kali tidak bisa. Kemudian kita liat lagi motifnya apa, untuk tindak pidananya hanya diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun serta tindak pidana yang dilakukan dengan nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2,5 juta. Jangan karena sekarang masyarakat gampang emosi mau di pidanakan, jadi kita akan coba musyawarahkan, dan libatkan tokoh masyarakat tokoh adat,” tegasnya.
Ia menambahkan Jika dalam langkah penyelesaian RJ tidak memberikan efek jera pada pelaku, baru akan dilakukan tindakan hukum sesuai dengan KUHP. (Erwin/RevoL)