Rajawalipost.com – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulteng melaksanakan turlap (turun lapangan) atas laporan masyarakat kelurahan Watusampu pada Rabu, 31/5, pukul 10. Pagi. Kegiatan ini dilakukan untuk meninjau lokasi TUKS beberapa perusahaan galian C yang “diduga” cacat prosedur dalam perolehan ijin TUKS tersebut. Berdasarkan keterangan Dedi Irawan, tokoh masyarakat Watusampu sebagai pelapor pada ORI Sulteng, bahwa dilokasi TUKS tersebut adalah wilayah perairan dalam peta administrasi kelurahan Watusampu.
Sehingga adanya TUKS tersebut jelas menimbulkan tanda tanya masyarakat mengenai legalitas daratan yang menjadi landasan TUKS.
“Belakang rumah sy ini adalah laut, sesuai sertifikat yang kami pegang. Kenapa sekarang jadi daratan landasan pelabuhan galian C,” heran Dedi. Olehnya dia mencurigai adanya kegiatan reklamasi ataupun penerbitan surat tanah diwilayah Watusampu dengan melanggar prosedur.
“Setahu kami tidak pernah ada ijin reklamasi di kelurahan ini, dan kalau ada sertifikatnya, kami tidak pernah bertanda tangan batas dgn pemilik untuk dasar penerbitan sertifikat itu”, kata Dedi.
Lurah Watusampu, Maryani membenarkan bahwa dikelurahannya tidak pernah ada ijin reklamasi untuk wilayah laut. Olehnya mengherankan bila diatas laut tersebut telah diterbitkan sertifikat yang menjadi dasar pengurusan ijin TUKS yang saat ini disewakan oleh salah seorang pengusaha galian C, H. Said kepada beberapa perusahaan galian C lainnya.
Kepala Perwakilan ORI Sulteng, M. Iqbal Andi Magga, SH, MH yang memimpin langsung Turlap ini juga menggandeng Kantah Badan Pertanahan Nasional Kota Palu. Diajaknya Kantah BPN Kota Palu menurut Iqbal agar dapat diperoleh keterangan langsung dilokasi tentang legalitas alas hak dari kegiatan terminal pelabuhan galian C ini.
“Turlap ini sengaja saya ajak BPN, agar kita bisa langsung cross check laporan masyarakat dengan titik koordinat peta tanah yang dimiliki BPN. Dengan begitu mudah kita deteksi apakah alas hak lokasi terminal ini legal atau tidak legal?”, Jelas Iqbal Andi Magga.
Selain BPN, ORI Sulteng juga melibatkan pihak Kelurahan Watusampu untuk meninjau lokasi yang meresahkan warga ini. Dilokasi TUKS itu, Lurah Watusampu, Maryani, SE, MM ikut menjelaskan tentang lokasi TUKS yang diduga tidak memiliki alas hak tersebut. Menurut Maryani, pernah terbit SKPT dilokasi ini sebelum tahun 2021, namun pihak Pemerintah Kelurahan membatalkan SKPT tersebut karena tidak sesuai aturan. SKPT yang dibatalkan tersebut tercatat sebagai milik H. Said.
“SKPT itu terbit diatas wilayah perairan atau laut, maka tidak boleh ada penguasaan pada laut,” jelas Lurah yang membatalkan SKPT tersebut pada 2021.
Apalagi menurutnya, pembatalan tersebut dilaksanakanya juga sebagai pelaksanaan rekomendasi Pemprop Sulteng melalui tim kecil Pemprop yang dibentuk untuk memeriksa laporan masyarakat tentang TUKS ini pada tahun 2020.
Selanjutnya menurut Dedi Irawan, warga Watusampu merasa terganggu dengan adanya TUKS tersebut karena berada tepat di pemukiman warga. Selain debu yang dihasilkan kegiatan itu, suara mobil truk pengangkut galian C juga menimbulkan polusi suara yang menyebabkan terganggunya ketentraman warga.
“Apalagi kalau pemuatan dilakukan malam hari, tidak bisa tidur kami karena suara truk yang lalu lalang. Selain abunya yang beterbangan dipemukiman warga”, keluh Dedi.
Saat ini dilokasi tersebut terdapat sekitar 5 perusahaan galian C yang melakukan penyewaan pada TUKS yang diduga illegal. Dari peninjauan ombudsman Sulteng terdapat aktivitas pemuatan bahan Galian C dilokasi TUKS. Setelah melakukan pemeriksaan ini, Ombudsman juga akan melakukan pemeriksaan pada Satker Pantoloan sebagai lembaga cabang kementrian perhubungan yang mengelola wilayah perairan teluk Palu.
Hal ini dilakukan juga sebagai tindak lanjut kerjasama Ombudsman RI dan Kementrian Perhubungan RI. Dimana pada tgl 10 Maret 2023, ORI menandatangani Kesepakatan Kerjasama dengan Kementrian Perhubungan RI. Salah satu point kerjasama tersebut adalah melakukan pengawasan pada kegiatan pelaksanaan administrasi sektor perhubungan laut dan darat diseluruh Indonesia.
Iqbal berharap pengawasan sektor administrasi perhubungan laut ini akan dapat menertibkan ijin-ijin TUKS yang selama ini terdengar terbit tanpa alas hak yang benar dan prosedural. Bahkan tidak menutup kemungkinan Ombudsman akan merekomendasikan pencabutan ijin TUKS bagi perusahaan yang tidak mau membenahi administrasi perhubungannya agar sesuai aturan yang berlaku.
“Soal pencabutan IUP karena pelanggaran ijin TUKS ini pernah terjadi di Sulteng dan Sultra. Jadi tidak menutup kemungkinan untuk melakukan proses itu jika ada perusahaan yang melanggar aturan ijin TUKS”, jelas Iqbal yang saat melakukan peninjauan didampingi 2 asisten pemeriksa dari ombudsman.