BPN Yang Mulai BPN Yang Mengakhiri,Pembangunan Huntap Tondo Diminta Hentikan Sementara

BERITA, PALU0 Dilihat

PALU,Rajawalipost.com – Kuasa hukum 13 warga meminta kepada Pemerintah Kota Palu untuk sementara menghentikan proses pembangunan hunian tetap
di Kelurahan Tondo , Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.

Permintaan tersebut disampaikan Abdul Rahman selaku kuasa hukum dari 13 warga diketuai Mustakim menggugat BPN Sulteng atas keputusan kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Tengah Nomor : 108/SK-72.600/VII/2019 tentang pembatalan sertifikat hak milik (SHM) atas nama I Made Sukarianta dkk 18 bidang tanah.

Dalam putusan PTUN Palu perkara nomor : 24/G/2019/PTUN.PL memutuskan mengabulkan gugatan 13 warga (penggugat) tersebut.

Dalam putusannya, mewajibkan tergugat mencabut surat keputusan tersebut, karena cacat hukum administrasi, sebab diterbitkan diatas sertifikat hak guna bangunan Nomor 615/Tondo, surat ukur nomor 21/1993 dengan luas 880 ribu meter persegi atas nama PT.Lembah Palu Nagaya.

Abdul Rahman mengatakan, tindakan tergugat menerbitkan objek sengketa dengan membatalkan produknya sendiri merupakan penyalahgunaan wewenang.

” keputusan kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Tengah Nomor : 108/SK-72.600/VII/2019, telah pula berbuntut kepada mereka mengalami kerugian yakni kehilangan legalitas kepemilikan serta kehilangan objektum litis,” katanya.

Lanjutnya,Pembangunan huntap dalam rangka membantu masyarakat korban,tapi jangan mengorbankan pemilik lahan notabene juga korban bencana,korban double jadinya.

Dia menegaskan, bila putusan ini nantinya sudah berkekuatan hukum tetap (inkra) selaku kuasa hukum pastinya akan mengajukan eksekusi.

Koordinator penggugat Mustakim mengatakan, BPN beralasan sertifikat hak milik mereka cacat hukum administrasi, karena berada diatas sertifikat HGB.

” Padahal mereka saat membeli tanah tersebut, BPN dihadirkan dan menunjukan batasan wilayah HGB dan bukan HGB,” katanya.

Hal ini juga kata dia, dibuktikan pada saat sidang pemeriksaan setempat (PS) oleh majelis hakim PTUN. Jadi,penggugat tidak pernah ada masalah dengan pemilik HGB, demikian sebaliknya.

” Sebab lokasi tanah tersebut tidak masuk dalam HGB , tapi berbatasan,” katanya.

Hanya saja kata dia, ketika penetapan lokasi (Penlok) Huntap , lokasi mereka dimasukan kedalam Lokasi Huntap, dengan alasan semua lokasi sekitar adalah lokasi HGB sudah dibebaskan dan diserahkan ke Pemkot.

” Tergugat lupa telah menerbitkan sertifikat hak milik mereka , jadi lokasi mereka tiada kaitannya dengan HGB,” ujarnya.

Ia menyebutkan , objek sengketa baru mereka ketahui 16 September 2019, takkala menerima surat pemberitahuan objek sengketa dari tergugat sesuai surat pengantar No.502/SP-13/IX/2019.

” upaya administratif berupa nota keberatan atas penerbitan objek sengketa sudah dilakukan , namun tidak ada respon sampai diajukan gugatan 25 November 2019,” ujarnnya.

13 Warga menggugat BPN Sulteng diantaranya, Mustakim, Iswan, Sudirman, Amirullah, Yuliana Suyuti, Purwanto, Rahman Lasemma, Syarif, Masdiana, Mude Muh.Said, Hamzah, Majid, Lasse Makkarawa.

“BPN yang mulai,BPN yang mengakhiri,” kelakar Abdul Rahman menirukan sebuah lagu dangdut. [Revol]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *