PALU,Rajawalipost.com – Ketua Forum Perjuangan Pemutihan Hutang (FPPH) Sulteng, Sunardi Katili mengatakan ada tiga hal penting strategis dan saling berkaitan untuk didorong,
sehingga hapus tagih pemutihan hutang kredit perbankan warga Pasigala terdampak bencana dapat terealisasi.
Ia mengatakan, hal pertama political will, kemauan dan tekad elit-elit pemerintah dan negara.
” Kedua ada legalitas hukum mendasari hapus tagih dan ketiga persediaan anggaran untuk melunasi hutang kredit, ” kata Sunardi Katili dalam releas diterima media ini Rabu (12/2).
Artinya kata dia, negara yang membayarkan atau menutup hutang kredit masyarakat terdampak bencana.
” Jika ketiga hal ini ada, pihaknya, yakin pemutihan hutang dapat terlaksana sesuai dengan harapan warga terdampak bencana alam,” ujarnya.
Ia mengatakan, Data masuk ke FPPH tercatat debitur 34.179 orang berstatus TNI Polri ASN pegawai BUMN dan BUMD pensiunan swasta dan UMKM.
” dengan total jumlah sisa kredit secara keseluruhan Rp 3.090.740.553.309 tersebar di bank umum Bank Umum Syariah, Bank swasta BPR dan leasing, ” katanya.
Ia menyebutkan, khusus debitur UMKM sendiri, sisa kredit pada BUMN ( BRI, BNI dan Mandiri) adalah Rp 432.171.102.667.
Dia mengatakan, 16 bulan telah berlalu bencana gempa , tsunami dan likuefaksi melanda Pasigala.
” selama itu belum terasa pemenuhan hak-hak atas korban bencana alam. Utamanya hak atas pemutihan kredit atau hapus tagih bagi UMKM ataupun warga terdampak langsung sebagai debitur di bank umum. Bank Umum Syariah, Bank swasta BPR perusahaan pembiayaan (leasing), ” katanya.
Hal inilah kata dia, mendasari FPPH minta kembali dukungan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah melalui audiensi rencananya akan dilaksanakan Senin (17/2) mendatang.
Dia berharap, audiensi ini menghasilkan sesuatu strategis untuk penyelesaian hapus tagih bagi UMKM dan warga terdampak langsung.
Ia menyebutkan , November 2018 lalu telah terbentuk pansus DPRD tentang pelaku usaha terdampak bencana pasigala, terhadap kebijakan perbankan.
” Namun keberadaan pansusu, belum memberikan hasil maksimal,” katanya.
Sehingga, pihaknya berharap upaya ini terus dilakukan DPRD sebagai bentuk dukungan terhadap penghapusan kredit korban.
Dia mengatakan, ada banyak mendasari, sehingga hapus tagih harus dilakukan pihak perbankan sebut saja pernyataan menteri Keuangan RI, rekomendasi Bappenas dan terakhir pernyataan persetujuan ketua DPR RI serta contoh bencana alam Daerah istimewa Yogyakarta dan Aceh.
Selain itu kata dia, keadaan memaksa atau overmacht, sehingga debitur tidak diharuskan menjalankan kewajiban dalam perjanjiannya serta ketersediaan anggaran negara dan anggaran bantuan baik dalam negeri maupun luar negeri. [Revol]